Monday, December 13, 2010


TAZKIRAH
sambutan a’syura yang melampau

-10 Muharram 61 H adalah hari terbunuhnya Abu Abdillah Al-Husen bin Ali (ra) di padang Karbala. Karena peristiwa berdarah ini, syaitan berhasil menciptakan dua kebid’ahan sekaligus.
Pertama : Syi’ah
-Asyura’ dijadikan oleh Syi’ah sebagai hari berkabung, duka cita, dan menyiksa diri sebagai ungkapan dari kesedihan dan penyesalan. Pada setiap Asyura’, mereka memperingati kematian Al-Husen dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela seperti berkumpul, menangis, meratapi Al-Husen secara histeria, membentuk kelompok-kelompok untuk pawai berkeliling di jalan-jalan dan di pasar-pasar sambil memukuli badan mereka dengan rantai besi, melukai kepala dengan pedang, mengikat tangan dan lain sebagainya. (At-Tasyayyu’ Wasy-Syi’ah, Ahmad Al-Kisrawiy Asy-Syi’iy, hal. 141, Tahqiq Dr. Nasyir Al-Qifari).
Kedua : Jahalatu Ahlissunnah
-Sebagai tandingan dari apa yang dilakukan oleh orang Syi’ah di atas, orang Ahlussunnah yang jahil (Bodoh) menjadikan hari Asyura’ sebagai hari raya, pesta dan serba ria.
Menurut Ahmad Al-Kisrawi Asy-Syi’iy: “Dua budaya (bid’ah) yang sangat jelas ini, menurut sejarah yang ada bermula pada zaman dinasti Buwaihi (321H – 447 H.) yang mana masa itu terkenal dengan tajamnya pertentangan antara Ahlus-sunnah dan Syi’ah. Orang-orang jahalatu (bodoh) Ahlussunnah menjadikan Asyura’ sebagai hari raya dan hari bahagia sementara orang-orang Syi’ah menjadikannya sebagai hari duka cita, mereka berkumpul membacakan syair-syair haru kemudian menangis dan menjerit.” (At-Tasyayyu’ Wasy-Syi’ah hal.142)
-Sementara Syekh Ali Mahfudz mengatakan bahwa di Kufah ada kelompok Syi’ah yang sampai ghuluw (berlebihan) dalam mencintai Al-Husen (ra) yang dipelopori oleh Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi (tahun 67 H dibunuh oleh Mush’ab bin Az-Zubair) dan ada kelompok Nashibah (yang anti Ali beserta keturunannya), yang diantaranya adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Dan telah disebut di dalam hadits shahih.
“Sesungguhnya (akan muncul) di Tsaqif (kepala suku dari Hawazin) seorang pendusta dan pembantai.”
Pendusta tadi adalah Al-Mukhtar yang memperselisihkan keimamahan Ibnul Hanafiyah, dan pembantai tadi adalah Al-Hajjaj yang membenci Alawiyyin, maka yang Syi’ah tadi menciptakan bid’ah duka cita sementara yang Nashibah menciptakan bid’ah bersuka ria. (Al-Ibda’ hal. 150)

SAMBUTAN TERSEBUT BERBENTUK :
1.   Menambah belanja dapur.
Banyak riwayat yang mengatakan :”Barangsiapa yang meluaskan (nafkah) kepada keluarganya pada hari Asyura’, maka Allah akan melapangkan (rizkinya) selama setahun itu.” (HR. At-Thabraniy, Al-Baihaqi dan Ibnu Abdil Barr). Asy-Syabaniy berkata: semua jalurnya lemah, Al-Iraqi berkata : sebagian jalur dari Abu Hurairah dishahihkan oleh Al-Hafidz Ibnu Nashir, jadi menurutnya ini hadits hasan, sedangkan Ibnul Jauzi menulisnya di dalam kumpulan hadits palsu. (Tamyizuth-Thayyib minal Khabits, no. 1472, Tanbihul Ghafilin, 1/367). Sementa-ra itu imam As-Suyuthi dengan tegas mengatakan : “Telah diriwayatkan tentang keutamaan meluaskan nafkah sebuah hadits dhaif, bisa jadi sebabnya adalah ghuluw di dalam mengagungkan-nya, dari sebagian segi untuk menandingi orang-orang Rafidhah (Syi’ah) karena syetan sangat bercita-cita untuk memalingkan manusia dari jalan lurus. Ia tidak peduli ke arah mana -dari dua arah- mereka akan berpaling, maka hendaklah para pelaku bid’ah menghindari bid’ah-bid’ah sama sekali.” (Al-Amru Bil Ittiba’, hal.88-89)
Imam Ahmad mengatakan ketika ditanya : “Hadits ini tidak ada asalnya, ia tidak bersanad kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Ibnul Muntasyir, sementara ia adalah orang Kufah, ia meriwayatkan dari seorang yang tidak dikenal.” (Al-Ibda’, Ali Mahfudz, 150)
2.   Memakai celak (sifat mata).
3.   Mandi.
Mereka meriwayatkan sebuah hadits: “Barangsiapa yang memakai celak pada hari Asyura’, maka ia tidak akan mengalami sakit mata pada tahun itu. Dan barangsiapa mandi pada hari Asyura’, ia tidak akan sakit selama tahun itu.” (Hadits ini palsu menurut As-Sakhawi, Mulla Ali Qari dan Al-Hakim) (Al-Ibda’, hal. 150-151)
4.   Mewarnai kuku.
5.     Bersalam-salaman. Imam As-Suyuthi mengatakan : ” Semua perkara ini (no.2-5) adalah bid’ah munkarah, dasarnya adalah hadits palsu atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam .” (Al-Amru bil Ittiba’ , hal.88)
6.     Mengusap-usap kepala anak yatim.
7.     Memberi makan seorang mukmin di malam Asyura’. Mereka tidak segan-segan membuat hadits palsu dengan sanad dari Ibnu Abbas yang mirip dengan haditsnya orang Syi’ah yang berbunyi:
“Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura’ dari bulan Muharram, maka Allah memberinya (pahala) sepuluh ribu malaikat, sepuluh ribu haji dan umrah dan sepuluh ribu orang mati syahid. Dan barangsiapa memberi buka seorang mukmin pada malam Asyura’, maka seakan-akan seluruh umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berbuka di rumahnya sampai kenyang.” (Hadits palsu dinyatakan oleh imam As-Suyuthi dan Asy-Syaukani, no. 34, lihat Tanbihul Ghafilin, 1/366).
8.     Membaca do’a Asyura’ seperti yang tercantum dalam kumpulan do’a dan Majmu’ Syarif yang berisi minta panjang umur, kehidupan yang baik dan khusnul khotimah. Begitu pula keyakinan mereka bahwa siapa yang membaca do’a Asyura’ tidak akan meninggal pada tahun tersebut adalah bid’ah yang jahat. (As-Sunan wal Mubtada’at, Muhammad Asy-Syuqairi, hal.134).
9.     Membaca “Hasbiyallah wani’mal wakil” pada air kembang untuk obat dari berbagai penyakit adalah bid’ah.
10.  Shalat Asyura’. Haditsnya adalah palsu, seperti yang disebutkan oleh As-Suyuthi di dalam Al-La’ali Al-Mashnu’ah (As-Sunan wal Mubtada’at, 134).

No comments:

Post a Comment